Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2015

Pilkada 2018, Kapolres Mappi Kunjungi Panwaslu dan Harap Tercipta Sinergitas Yang Terbaik

Kinerja Guru Tua di Pedalaman Papua

Oleh: Moses Douw           Guru merupakan tenaga yang ditetapkan untuk mengajar disuatu sekolah. Kemudian guru juga merupakan orang tua kedua bagi muridnya ketika itu berada dalam kelas atau di sekolah. Tetapi secara umum guru atau pendidik merupakan tugas utama di kelas yakni: mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jejang pendidikan usia sekolah atau usia dini yang tidak diberikan atau diperhatikan oleh kedua orang tuanya dirumah. Sebab itu, guru juga merupakan posisi yang besar dalam mendidik muridnya sebagai orang ketiga dalam keluarga. Dalam prosesnya guru pun mempunyai tugas multifungsi yakni: sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, agent of Change, inovator, konselor, dan administrator. Hal ini kita bayangkan lagi di Papua. Misalkan: seorang guru hanya mengajar di sebuah sekolah. Contoh di Paniai khusus di SD YPPK Bodatadi Desa Yabomaida, Agadide yang tenaga pengajarnya seorang saja selama

Dilema Guru Kontrak dengan Guru Lokal di Papua

Oleh: Moses Douw Guru kontrak dan guru lokal kini menjadi perdebatan publik di Papua, namun tidak hanya di Papua tetapi di lapisan nasional. Ibaratnya guru di daerah diandalkan dan tidak diberlakukan ( baik itu guru PNS  dan honorer). Dengan itu, bagi guru lokal (Honorer dan Guru tetap) di Papua menjadi persoalan besar untuk mereka, khususnya bagi honorer disetiap sekolah dan daerah di Papua. Oleh sebab demikian bagaimana peran semua organ (organ pendidikan, pemerintah lainya) untuk menyelesaikan persoalan di daerah ini. Sejak berlakunya undang-undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua pada tahun 2001. Pada saat itulah, persoalan pun semakin meningkat pada hal otus dalamnya membahas bagaimana pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (Provinsi Papua), dengan tujuan agar mempertahankan dan mengakui, menghormati, membina, melindungi, memberdayakan, dan melestarikan budaya serta mengembangkan hak-hak masyarakat adat. Tetapi pada kenyataannya tak seperti demikian

Maria dan Yusuf

Tete dengan Nene dong tidur. Begini pencuri masuk dalam rumah, ancam bunuh tete dg nene pake parang di leher. Pencuri : "Nene ko nama sapa?" Nene : "Sa nama MARIA anak." Pencuri dengan gaya menyesal langsung lepas parang dari nene leher, baru bilang, "Nene sa tra sanggup bunuh nene, abis nene nama sama dengan sa mama pu nama jadi..." Sekarang tete pu giliran. Pencuri sandar parang di tete tanya tete nama..? Tete : "Sa nama YUSUF, tapi anak kompleks dong biasa panggil sa MARIA...." Haaahaaahaaa.......

Menggali Apa yang Kita Miliki

Oleh: Moses Douw Photo: Moses Douw Artikel ini, terinspirasi dari sebuah diskusi intern Ikatan Pelajar Mahsiswa Deiyai di Asrama Deiyai Yogyakarta. Pada saat itu diskusi dibawakan oleh I Ngurah Suryawan dosen unipa sekaligus mengambil S-3 di UGM Yogyakarta, tahun 2014. Topik diskusi tersebut adalah “etnografi Papua dan menulis membebaskan”. Ia menjelaskan secara detail, etnografi Papua dan cara pandang kita terhadap budaya yang kita miliki dan terapan dalam suatu tulisan. Sedangkan Ia juga secara umum menjelaskan menulis bisa membebaskan kita, menulis memperkaya kita, dan menulis menyambung suara kita. Dari penjelasan diatas ini, muncul pertanyaan baru bahwa pedulikah terhadap apa yang kita miliki? Dan, apakah kita bisa kisahkan melalui tulisan? Pertanyaan itu,  jelasnya bahwa mengajak kita untuk mengenal apa yang kita miliki tersebut. Sebelum dari pada itu, kita juga dituntut untuk mendeskripsikan eksistensi kita sebagai suku bangsa yang memiliki identitas dalam situasi diera perkemba