Langsung ke konten utama

Pilkada 2018, Kapolres Mappi Kunjungi Panwaslu dan Harap Tercipta Sinergitas Yang Terbaik

Bung Karno Dan Empat Strategi Melawan Imperialisme

Indonesia adalah negara yang sangat luas. Negeri ini sama luasnya dengan penggabungan tujuh negara eropa: Inggris, Perancis, Jerman barat, Belgia, Belanda, Spanyol, dan Italia.
Pada permulaan abad 20, jumlah penduduk Indonesia adalah enam kali lipat dari negeri yang menjajahnya: Belanda. Selama berabad-abad bangsa Indonesia berjuang melawan kolonialisme Belanda itu.














Pada tahun 1920-an, muncul seorang pionir dari gerakan pembebasan nasional Indonesia: Soekarno. Berbagai gerakan politik yang diusung oleh Soekarno, juga penyebaran gagasan-gagasannya, dianggap mengancam eksistensi kekuasaan kolonial.
Soekarno, yang banyak dipengaruhi oleh gagasan Marxisme dan aliran nasionalisme progressif, banyak membenangkan hidupnya dalam pekerjaan menganalisa watak imperialisme dan cara-cara melawannya.
Empat strategi imperialisme:
Pada tahun 1930, di dalam penjara kolonial, Bung Karno menyusun sebuah pidato pembelaannya (pledoi). Berkat bantuan istrinya, Inggit Ginarsih, yang setia menyelundupkan buku-buku ke dalam penjara, Bung Karno mematangkan pandangannya tentang imperialisme.
Salah satu analisa Bung Karno yang sangat menarik adalah empat strategi imperialisme untuk mempertahankan kekuasaannya di Indonesia:
Pertama, sistem imperialisme melahirkan politik divide et impera, yakni politik memecah-belah.
Menurut Soekarno, imperialisme di mana saja, apapun bentuknya, punya slogan yang sama: “Verdeel en heers”—pecahkan dan kuasai! Dengan menggunakan mantra itu, kolonialisme bisa membangun kekuasaan di negara lain.
Itu pula yang terjadi di Indonesia. Negeri yang luasnya 60 kali luas Belanda ini bisa ditaklukkan sampai ratusan tahun. Tentu saja, kata Soekarno, senjata pamungkas belanda terletak pada politik “divide et impera”.
Ada banyak cara untuk menjalankan politik adu domba ini: menggunakan media massa untuk meniupkan perpecahan. Di sini, pers-pers belanda selalu merendahkan, bahkan melemahkan, setiap upaya pembangkitan nasionalisme kaum inlander (bumiputra); menjalankan politik “eilandgouvernementen”—pemerintahan sepulau-sepulau—dengan memecah belah administrasi pemerintahan; menggunakan agama untuk memicu konfrontasi dengan pemeluk agama lain.
Kedua, sistem imperialisme menetapkan bangsa Indonesia dalam kemunduran.
Imperialisme berusaha membawa bangsa Indonesia ke arah kemuduran. Caranya, salah satunya, adalah penghancuran fikiran-fikiran (akal budi) rakyat.
Politik kolonial mengubah rakyat Indonesia menjadi rakyat kecil, “nrima”, rendah pengetahuannya, lembek kemauannya, sedikit nafsu-nafsunya, hilang keberaniannya. Pendek kata, kolonialisme mengubah rakyak Indonesia menjadi (maaf) rakyat kambing yang bodoh dan mati energinya.
Pemikir perancis yang anti-kolonial, Frantz Fanon, juga menguraikan bagaimana kolonialisme menghancurkan budaya dan karakter rakyat. Akibatnya, rakyat di negara jajahan ditingalkan dalam kebingungan intelektual dan moral.
Ketiga, sistem imperialisme membangun kepercayaan di dalam hati dan fikiran rakyat, bahwa bangsa penjajah lebih superior dibanding bangsa terjajah.
Kolonialisme di mana saja, kata Bung Karno, selalu berusaha menutupi maksudnya, bahkan menciptakan teori manis untuk mencapai tujuan mereka.
Tidak jarang, misalnya, kita menemukan literatur yang menyebutkan bahwa misi kolonialisme adalah “misi suci” (mission sacree): penyebaran agama, menyebarkan pencerahan, dan membuat rakyat jajahan menjadi “beradab”.
Tidak jarang, dalam upaya menanamkan superioritasnya, pihak kolonialis melegitimasi keunggulan-keunggulan rasial: kulit putih lebih unggul dari kulit berwarna. Dalam sejarah kolonialisme di Indonesia, kita sering mendengar bagaimana cacian “inlander” disepadamkan dengan makian “anjing”, “kerbau”, dan lain-lain.
Yang lebih parah, seperti diakui Bung Karno, rakyat Indonesia dicecoki dengan anggapan “inlander bodoh”. Dengan cekokan itu, yang berlangsung secara turun-temurun, rakyat jajahan kehilangan kepercayaan diri dan kebanggaannya.
Keempat, sistem imperialisme membangun kepercayaan di dalam hati dan fikiran rakyat, bahwa kepentingan rakyat akan sejalan dengan kepentingan imperialisme.
Imperialisme juga sangat piawai menutupi adanya pertentangan kepentingan antara pihaknya dengan rakyat di negara jajahan. Di bidang ekonomi, misalnya, dikatakan bahwa imperialisme memberi keuntungan, seperti adanya industrialisasi, pembangunan infrastruktur, dan lain-lain.
Penanaman modal asing, sebagai salah satu ciri imperialisme, dipropagandakan membawa keuntungan bagi rakyat jajahan: ada proses pembangunan, ada pembukaan lapangan kerja, ada pembangunan infrastruktur, dan lain sebagainya.
Dengan keempat senjata di atas, kolonialisme Belanda sanggup mempertahankan kekuasannya ratusan tahun di Indonesia.
Sumber






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mob Papua : Nene vs Cucu

Nene dan cucu laki-laki duduk cerita-cerita : Cucu :  " Nene katanya laki dan perermpuan itu tdk boleh tidur sama-sama ka ? Nene : "  Iyo...to Bahaya skali Cucu  : " kenapa jadi ? Nene :" Karena dilarang agama kecuali dong 2 su nikah, nti kalu hamil bagaimana ? Cucu : " Oh..klu bapak dan mama tidak apa2...ee........klu begitu sya sekarang malas tidur lagi dengan nene. Nene : " Bah...knapa jdi ko sudah tdk mau tidur lagi dengan nene ? Cucu : " malas saja to....!!......nanti  nene ko hamil lagi........... hahahah...dilarang senyum2.../////????????.

Lagu Kebangsaan West Papua, Hai tanah ku Papua (lirik)

Oleh: Moses Douw Hai tanah ku Papua, Kau tanah lahirku, Ku kasih akan dikau sehingga ajalku. Kukasih pasir putih Dipantaimu senang Dimana Lautan biru Berkilat dalam terang. Kukasih gunung-gunung Besar mulialah Dan awan yang melayang Keliling puncaknja. Kukasih dikau tanah Yang dengan buahmu Membayar kerajinan Dan pekerjaanku. Kukasih bunyi ombak Yang pukul pantaimu Nyanyian yang selalu Senangkan hatiku. Kukasih hutan-hutan Selimut tanahku Kusuka mengembara Dibawah naungmu. Syukur bagimu, Tuhan, Kau berikan tanahku Beri aku rajin djuga Sampaikan maksudMu. watching here   source: http://phaul-heger.blogspot.com/2012/02/lagu-kebangsaan-hai-tanahku-papua.html

Lakukan Razia, Polres Keerom Berhasil Amankan Minuman Keras Jenis Bir Bintang

Pacenews, Keerom - Kasat Reskrim  Polres   Keerom  Ipda Hotma P. A. Manurung, S.Tr.K bersama beberapa personilnya melakukan  razia  premanisme jelang perayaan Tahun baru 2018 dibeberapa titik di Kab.  Keerom , Jumat (29/12/2017). Saat dikonfirmasi Ipda Hotma P.A Manurung, S.Tr.K, mengatakan bahwa Patroli dan  Razia  Premanisme jelang perayaan Tahun baru 2018 dengan sasaran  pemalakan , senjata tajam dan  mabuk  mabukan di Jalan. “kami melakukan penyusuran sepanjang jalan Trans Irian dari  Arso  VII, I, VI,  Arso  Kota dan Workwana dan alhasil kami mendapati beberapa tempat yang digunakan oknum  masyarakat  sedang mengkonsumsi  miras  termasuk ada yang kita dapati mobil parkir di pinggir jalan dengan 3 (tiga) penumpangnya yang sedang  mabuk  setelah kita lakukan pemeriksaan ditemui BB di dalam mobil di temukan adanya minuman beralkohol jenis Bir Bintang 1 karton sdh dikonsumsi dan 1 k...